BHENT
BoKIEERZZ
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat
dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur
dan merata, baik materiil maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakjerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi
hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh
serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi
pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi
dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja
selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan
kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan
pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan
sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja
Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja,
dan pembinaan hubungan industrial.
Salah satu syarat untuk keberhasilan pembangunan nasional adalah kualitas
manusia Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap
tinggal landas. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa
memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila
manusia tidak mempunyai pekerjaan, dimana dari hasil pekerjaan itu dapat
diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan keluarganya.
Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi,
memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan
setiap orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah
tujuan dari hukum.
Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan
kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan
ini program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa
mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan
imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka disamping peningkatan
produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan, karena adanya
perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di dalam pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya
industri-industri baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria
maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat
organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus lebih
banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak
dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak
memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya kesempatan untuk
bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga
kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah
dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum dewasa
yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.
Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul berbeda
dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum
dari kondisi objektif tidak ada perbedaan-perbedaan. Perhatian yang benar bagi
pemerintah dan masyarakat terhadap tenaga kerja terlihat pada bberapa
peraturan-peraturan yang memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun
larangan-larangan yang menyangkut kedirian seseorang wanita secara umum seperti
cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya.
Selain itu, masalah gangguan seksual (sexual harressment) seringkali
dialami oleh perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh
majikan. Gangguan ini bisa berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan
verbal, tindakan atau kontak fisik yang mempunyai konotasi seksual. Walaupun
seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan tersebut, suatu gangguan
tampaknya tidak membahayakan secara langsung, namun dengan adanya tindakan itu
yang mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang trsebut selalu menjadi
sadar akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan
tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan
yang seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering
dianggap peristiwa tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak
menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.
Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga
memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut
pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud
tidak jarang melanggara peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi
pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan,
pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah
antisipatif serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.
Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus
terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara
efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan
ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan
pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ktenagakerjaan dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja dapat terjamin.
Sendjun menjelaskan bahwa pembinaan hubungan ketenagakerjaan perlu diarahkan
kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan pengusaha yang dijiwai
oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana masing-masing pihak saling
menghormati dan saling mengerti terhadap peranan serta hak dan
kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan aspek produksi, serta peningkatan
partisipasi mereka dalam pembangunan.
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi
perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan
dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Dengan demikian,Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para
tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses
produksi.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar
bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta
perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya
undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh
yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.
B. Pokok
Permasalahan
Berdasarkan uraian dan batasan masalah di atas, penulis akan mengangkat
permasalahan guna dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
1.
Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No. 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan dan Konvensi-Konvensi Internasional?
2.
Permasalahan apa sajakan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja
wanita?
C. Tujuan
Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk
mendeskripsikan perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Untuk
mengetahui permasalahan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja
wanita dan memberikan solusi penyelesaian.
D. Kerangka
Konseptual
Bekerja/pekerja seseorang pada orang lain maksudnya adalah seseorang yang bekerja
dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan menguasainya
sehingga orang tersebut harus tunduk pada orang lain yang memberikan pekerjaan
tersebut. Dengan demikian, dalam hukum kerja tidak tercakup seseorang yang
bekerja untuk kepentingan sendiri, dengan resiko dan tanggung jawab sendiri.
Namun, dengan diundangkannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
istilah pekerja digandengkan dengan istilah buruh sehingga menjadi istilah
pekerja/buruh. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1
angka 3 bahwa pekerja/buruh ialah “setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Menyadari pentingnya pekerja/buruh bagi perusahaan, maka perlu adanya
keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula ketenangan dan kesehatan
pekerja/buruh agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan
semaksimal mungkin sehingga kewaspadaan dalam menjalanan pekerjaan itu tetap
terjamin. Hal-hal tersebut merupakan bentuk dari perlindungan kerja.
Zaeni menjelaskan bahwa perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan
memberikan tuntutan, santunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan
hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui normal
yang berlaku dalam perusahaan.
Tentunya, pekerja/buruh ada yang berjenis kelamin perempuan. Mempekerjakan
perempuan di suatu perusahaan tidaklah semudah yang dibayangkan, karena para
wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun. Tentunya juga memberikan
norma-norma susila agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan
negatif dari tenaga kerja pria, terutama pekerjaan pada malam hari.
E. Metode
Penulisan
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara
sistematis metodologis, dan konsisten melalui analisa konstruksi terhadap data
yang telah dikumpulkan atau kemudian diolah. Oleh sebab itu, agar penelitian
yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik maka diperlukan adanya suatu metode
yang dipakai guna memudahkan penelitian agar dapat memperoleh data-data yang
dibutuhkan. Metode penelitian dibedakan menjadi dua bagian, yakni metode
penelitian lapangan atau empiris dan metode penelitian normatif atau
kepustakaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada metode
penelitian normatif atau kepustakaan, yang dalam menguraikan permasalahannya
dilakukan secara deskriptif analisis terhadap data sekunder. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Data sekunder tersebut
dari sudut kekuatan mengikatnya terdiri dari:
1. Bahan
hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi dan traktat.
2. Bahan
hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti buku-buku dan literatur terkait, hasil-hasil penelitian,
hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya. Dalam penulisan ini bahan hukum
sekunder penulis dapatkan dari makalah-makalah, hasil seminar dan hasil
lokakarya, artikel-artikel yang relevan yang bersumber dari majalah, surat
kabar dan internet.
3. Bahan
hukum tersier, yaitu bahan hukum yang mem berikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia.
F.
Sistematika Penulisan
Pembahasan bab-bab dalam makalah ini merupakan kesatuan rangkaian mengenai
masalah makalah yang disusun serta berurutan. Adapun dalam garis besarnya
makalah ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, dalam hal ini
Bab 1, kemudian yang kedua adalah bagian dari isi terdiri dari Bab II, yang
terakhir adalah bagian penutup yaitu Bab III, sedangkan masing-masing bab-bab
tersebut di atas menguraikan masalah makalah ini sesuai dengan judul babnya.
Adapun bab-bab pembahasan ini adalah sebagai berikut:
BAB
I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini penulis mengutarakan mengenai: Latar Belakang
Masalah, Pokok Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Teoritis, dan Kerangka
Konsepsional, Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan, diharapkan
dengan uraian ini pembaca dapat memperoleh gambaran singkat mengenai skripsi
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis mengutarakan mengenai tinjauan umum tentang perlindungan
pekerja perempuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan.
BAB III PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan makalah ini yang berisi kesimpulan
dari bab-bab sebelumnya dan saran dari penulis sesuai dengan tema penulisan
makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
Di dalam pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang bekerja
yaitu Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang
Perlindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 8. Per-04/Men/1989
tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Peremuan
pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha yang
Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul
07.00. Semua peraturan tersebut secara jelas memberikan perlindungan kepada
perempouan. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun
2003.
A. Perlindungan
Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Dalam
Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan
bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita
adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
kerja dengan menerima upah.
Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki,
seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan
dan lain-lain.
- Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76,
81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan
Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:
a.
Perlindungan Jam Kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai
pukul 07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu
pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:
1)
Memberikan makanan dan minuman bergizi
2)
Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
3)
Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang
bekerja antara pukul 23.00 – 05.00.
Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di
bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan
keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila
bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.
Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan
minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh
diganti dengan uang.
b.
Perlindungan dalam masa haid
Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur
masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang
dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid
dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan
haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir.
c.
Perlindungan Selama Cuti Hamil
Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin
selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan
dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang
tidak membayar upah secara penuh.
d.
Pemberian Lokasi Menyusui
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur
masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang
anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang
lokasinya dekat dengan perusahaan.
- Peranan Penting Dinas tenaga Kerja
Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja
wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan
pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang
ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.
- Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap
pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang
kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan
perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang
tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.
Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan
mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan
undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya
ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri masih belum banyak
yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan
bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal.
CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan
diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi
terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang:
a.
Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;
b.
Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan
baik di dalam maupun di luar negeri; atau
c.
Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang
dimilikinya.
Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi
reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak
atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan
terhadap fungsi reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan
nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja
yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga
sering terjadi pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk
itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta
bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum,
yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap
batal dan tidak berlaku.
B. Perlindungan
Pekerja Perempuan Berdasarkan Konvensi ILO
Konvensi
ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua macam tambang di bawah tanah. Isi
Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang umurnya tidak boleh
melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya terdapat pada pasal
3.
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita
untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau
gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga,
yang harus dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan
barang oleh pengusaha dengan buruh berhubung dengan pekerjaan buruh”.
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir
pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh
diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama
nilainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan pada Bab II dapat disimpulkan:
1.
Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut, khususnya
dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan dilaksanakan oleh
pemerintah, pengusaha dan pekerja pada perusahaan-perusahaan, berorientasi pada
tiga domein, yaitu domein tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan
kerja).
2.
Pemerintah dan pelaksana peraturan perundangan tersebut telah melakukan
pengawasan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, dengan
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan kultur yang berkembang
dalam masyarakat.
3.
Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan memberikan perlindungan
terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan, yaitu memberikan
perempuan berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja, perlindungan tenaga
kerja perempuan terhadap diskriminasi, perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak
dasar pekerja, perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
4.
Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, adalah
kendala yang bersifat eksternal dan kendala internal. Namun demikian peraturan
perundangan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif untuk memberikan perlindungan
terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan.
B. Saran dan
Kritik
Mengingat masih banyak perusahaan dalam hal ini pengusaha meskipun sudah
mengetahui peraturan yang berlaku tetapi tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya,
perlu dikenakan sanksi bagi pengusaha yang tidak melaksanakan peraturan
tersebut oleh pihak yang berwenang demi tercapainya hubungan industrial, adanya
saling membutuhkan antara pihak pengusaha dan tenaga kerja khususnya tenaga
kerja wanita. Selain itu pemerintahan harus meningkatkan pengawasannya terhadap
pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita apakah sudah mentaati peraturan
yang ada atau belum. Dan peran aktif kesadaran pekerja wanita sendiri serta
perusahaan juga sangat diperlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar